Minggu, 24 April 2016

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI: IDENTIFIKASI TELUR CACING DALAM FESES 2

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PARASITOLOGI
IDENTIFIKASI TELUR CACING
DALAM FESES 2




Disusun Oleh:
Lusia Neva Deana
115017

AKADEMI ANALIS KESEHATAN THERESIANA
SEMARANG
2016




1.      Hari/tanggal                : Selasa, 22 Maret 2016
2.      Tujuan                         :
a.       Mahasiswa mampu menemukan telur cacing dalam feses dengan metode yang berbeda-beda.
b.      Mahasiswa mampu membedakan penggunaan/metode yang digunakan.
c.       Mahasiswa mampu mengidentifikasi metode yang efisien untuk identifikasi telur cacing.
d.      Mahasiswa mampu memahami kekurangan dan kelebihan metode yang digunakan.
3.      Metode                        : Metode apung dan Metode sedimentasi.
4.      Sample                         : Konsentrat tinja No. B
5.      Dasar teori                   :
Pemeriksaan feses dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang diperiksa fesesnya. (Gandahusada,dkk. 2000).
Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah dipulas. Bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis. (Kadarsan, 2005)
Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai satuan yang telah dipulas. Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran daru bermacam-macam parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksaan harus dikumpulkan di dalam suatu tempat yang bersih dan kering bebas dari urine. Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan. (Kurt, 1999)
Flotation method atau metode apung digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BJ (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengaoung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas BJ larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur, telur yang berpori-pori dari famili telur-telur ataupun telur yang infertil. (Neva, 1994)
Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan BJ, dimana partikel yang tersuspensi akan mengendap ke dasar wadah. Metode sedimentasi dilakukan dengan memusingkan sampel atau larutan uji menggunaan centrifuge dengan kecepatan (rpm) dan waktu tertentu, (Gandahusada, dkk, 2000)
Tehnik flotasi pada metode apung untuk konsentrasi kista dan telur berdasarkan perbedaan BJ antara larutan kimia tertentu (1120 sampai 1210) dan telur larva cacing seta kista protozoa (1050 sampai 1150). Terutama yang dipakai adalah larutan gula, NaCl atau ZnSO4. Telur dan kista mengapung dipermukaan larutan lebih berat, sedangkan tinja tenggelam perlahan-lahan ke dasar. Flotasi ZnSO4 biasanya sering dipergunakan dan lebih baik dari flotasi gula, NaCl, atau larutan garam jenuh (brine). (Levine, 1990)
6.      Alat dan Bahan           :
Alat
·         Centrifuge
·         Mikroskop
·         Pipet tetes
·         Bengkok plastik
·         Tabung reaksi
·         Deg glass
·         Obyek glass

Bahan
·         Zat warna eosin
·         Konsentrat tinja B
·         NaCl fisiologis
·         NaCl jenuh
·         Alkohol 70%

7.      Prosedur
1)      Metode Sedimentasi
-          Disiapkan alat dan bahan
-          Diambil 3-4 tetes konsentrat tinja
-          Dimasukkan dalam tabung reaksi
-          Ditambah NaCl fisiologis hungga ¾ tabung, kemudian ditutup dengan kapas
-          Dicentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
-          Terbentuk 2 lapisan yakni lapisan jernih dan endapan
-          Dibuang bagian yang jernih dengan jalan menuangkan tabung reaksi secara cepat dan disisakan sedikit
-          Diambil 1 tetes dan ditambahkan 1 tetes eosin
-          Dihomogenkan dan ditutup dengan deg glass
-          Diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x menggunakan sistem benteng
2)      Metode flotasi (apung)
-          Disiapkan alat dan bahan
-          Diambil 3-4 tetes konsentrat tinja
-          Dimasukkan dalam tabung reaksi
-          Ditambahkan NaCl jenuh hingga tabung terisi penuh
-          Ditutup dengan kaca penutup pada bagian mulut tabung
-          Diletakkan pada rak tabung
-          Didiamkan selama 1 jam, diletakkan pada tempat tahan getaran
-          Diambil kaca penutup dan diletakkan di atas obyek glass
-          Diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x menggunakan sistem benteng

8.      Pengamatan dan Hasil                        :
1)      Metode Flotasi (Apung)
Tidak ditemukan telur cacing cacing pada metode ini
2)      Metode Sedimentasi
§  Telur cacing tambang
§  Telur cacing fertil corticated
9.      Pembahasan                            :
Pada praktek kali ini, identifikasi telur cacing dengan menggunakan 2 metode yakni metode apung atau method dan metode sedimentasi. Tentu ada berbagai kelebihan dan kekurangan pada masung-masing metode tersebut. Kelebihan dari metode adalah dapat digunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur juga dapat terlihat dengan jelas. Kekurangannya adalah penggunaan feces terlampaui banyak dan memerlukan waktu yang  cukup lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun kembali. Sedangkan kelebihan pada metode sedimentasi kemungkinan kesalahan pada teknis sangatlah minim. Kekurangannya ialah terdapat partikel-partikel tinja.
Apabila dilihat dari prosedur kerja, metode sedimentasi dan metode flotasi sebenarnya sama-sama mudah. Jikalau dilihat dari waktu pembuatan lebih cepat metode sedimentasi. Bila dilihat dari pengamatannya, metode sedimentasi lebih mudah ditemukan telur cacing daripada metode apung. Seharusnya, metode apung juga dapat ditemukan telur cacing, tetapi ada beberapa kesalahan dalam menuruti prosedur metode apung dan pengambilan sample belum dihomogenkan terlebih dahulu. Jadi, hanya diambil bagian yang atas saja, bukan bagian bawah.
Pemeriksaan parasit dengan sample feces pada manusia atau hospes dapat dilakukan dengan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukannya telur pada masing-masing metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Misalnya, metode apung yang dilakukan pada praktikum kali ini.
Pada pemeriksaan telur cacing dengan sample feces kali ini ditemukan 2 telur dengan spesies cacing tambang dan cacing. Pada telur cacing telurnya fertil yang pastinya telur yang dibuahi dan di dalamnya terdapat larva. Serta corticated, yang maksudnya adalah bentul oval yang terdapat morula dan dinding 3 lapis, yakni: albuminoid, hialin dan lipid.
10.  Kesimpulan                 :
Pada identifikasi telur cacing metode sedimentasi dengan sample konsentrat tinja no. B adalah telur cacing tambang dan telur fertil corticated. Pada identifikasi telur cacing metode apung dengan sample konsentrat tinja no. B tidak ditemukan telur cacing. Serta kedua metode tersebut yang paling mudah ialah metode sedimentasi.
11.  Daftar Pustaka                        :
Gandahusada, S.W Pribadi dan D.I. Herry. 2000.  Jakarta: FKUI.
Kadarsan, S. 2005. Bogor: Lembaga Biologi Nasional. LIPI.
Prof.dr.H.M.Sjaifoellah Noer. Jakarta: FKUI.

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI: IDENTIFIKASI TELUR CACING DALAM FESES 1

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PARASITOLOGI
IDENTIFIKASI TELUR CACING
DALAM FESES 1




DisusunOleh:
Lusia Neva Deana
115017

AKADEMI ANALIS KESEHATAN THERESIANA
SEMARANG
2016




1.      Hari dan Tanggal                    : Selsasa, 15 Maret 2016
2.      Tujuan                                     :
a.       Mahasiswa mampu mengidentifikasi telur cacing pada sample konsentrat tinja
b.      Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan telur cacing
c.       Mahasiswa mampu melakukan secara sistem benteng
d.      Mahasiswa mampu memahami kekurangan serta kelebihan metode yang digunakan saat pemeriksaan
3.      Metode                                    : Metode Natif
4.      Sample                                     : Konsentrat tinja no. A
5.      Dasar Teori                              :
Cacing merupakan salah satu parasut yang menghigapi manusia. Penyakut infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakitnya infeksi yang disebabkan cacing itu dapat dikarenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik. (Kadarsan, 2005)
Pemeriksaan feces dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feces ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infektif cacing parasit usus pada orang yang diperiksa fecesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnosis merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit kecacingan, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada klinik kurang dapat dipastikan. (Gandahusada, 2000)
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa caicng. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi, dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal. (Margono, 2008)
Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus. Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis STH (Margono l.,2006)
Kecacingan ini umunya ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana hygiene dan sanitasi buruk. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling umum menyerang kelompok masyarakat ekonomi lemah dan ditemukan pada berbagai golongan usus. (WHO, 2011)
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dan beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacimg ini menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi. (Margono, 2008)
6.      Alat dan Bahan                       :
Alat
·         Mikroskop
·         Obyek glass
·         Deg glass
·         Bengkok plastik
·         Pipet tetes
·         Kapas
·         Tissue
·         Potongan sedotan kecil
Bahan
·         Konsentrat tinja no. B
·         Lysol
·         Pewarna Eosin 2%
Reagensia
·         Alhokol 70%
7.      Prosedur                      :
-          Disiapkan mikroskop, obyek glass, deg glass
-          Apabila mikroskop sudah siap digunakan, maka dilanjutkan pembersihan objek glass dan deg glass dengan kapas alkohol
-          Diteteskan 1 tetes sample konsentrat tinja no. B ke sebelah kiri dan kanan objek glass. Kemudian sebelah kiri atau kanan diberikan pewarna dan dihomogenkan menggunakan potongan sedotan kecil dan diberi deg glass
-          Diletakkan di meja preparat mikroskop
-          Diamati dari 10x perbesaran dilanjutkan 40x perbesaran jika pada 10x perbesaran sudah ditemukan telur cacing
-          Dituliskan pada buku jurnal jika sudah benar menemukan
-          Apabila sudah selesai pengamatan, mikroskop dimatikan dan dibuat tidak posisi kerja. Obyek glass yang digunakan untuk pemeriksaan dimasukkan ke dalam bengkok plastik berisi lysol.
8.      Pengamatan                             :
Pada sample konsentrat tinja no. A, ditemukan:
·         Telur cacing tambang
·  Telur cacing Ascaris lumbricoides fertil corticated
·         Telur cacing Ascaris lumbricoides infertil decorticated
·         Larva rhabditiform cacing tambang
9.      Pembahasan                            :
Konsentrat tinja no. A ditemukan telur cacing yang dapat ditularkan melalui tanah dan dapat menyebabkan berbagai penyakit. Ascaris lumbricoides dapat menyebabkan dapat  menyebabkan penyakit Ascariasis, cacing tambang dapat menyebabkan penyakit yang bermacam-macam tergantung spesies apa yang menginfeksi.
Konsentrat tinja no. A ditemukan telur cacingtambang yang kira-kira berukuran 55x35 mikron, bentuknya bulat oval, dinding telur 1 lapis, transparan dari bahan hialin, sel telur yang belum berkembang tampak seperti kelopak bunga. Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui feces.
Konsentrat tinja no. A ditemukan juga larva rhabditiform cacing tambang, esophagus 1/3 panjang badan dengan mulut sempit tetapi panjang dan membuka. Larva ini lebih besar (gendut) dari larva filariform. Biasanya larva ini barusan pecah dari telur dan dapat menginfeksi manusia karena larva ini pada stadium makan.
Konsentrat tinja no. A ditemukan telur Ascaris lumbricoides fertil corticated, bentuk oval, ukuran kurang lebih 45-75 mikron dan 35-50 mikron serta terdapat dinding 4 lapis, terdiri dari albuminoid, hialin dan lapisan lipid. Albuminoid tampak kasar.
Konsentrat tinja no. A ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides infertil decorticated, seperti telur fertil tetapi lebih lonjong, ukuran lebih besar dan albuminoidnya tampak halus
Pada saat praktik kemarin, penulis mengira ada telur cacing Oxyuris vermicularis dan saat ditanyakan pada pembimbing identifikasi penulis salah. Itu bukan telur cacing Oxyuris vermicularis. Oxyuris vermicularis sering ditemukan pada pemeriksaan yang samplenya diambil dari perianal swab.
Metode yang digunakan pada pemeriksaan kali ini adalah metode natif atau langsung. Yang dimana metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau pewarna eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.
Dasar teori metode natif ini ialah eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih kelas memisahkan feces dengan kotoran yang ada. Kekurangannya adalah dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit untuk dideteksi. Kelebihannya adalah mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang diperlukan sedikit, peralatan yang digunakan juga sedikit.


10.  Kesimpulan                             :
Jadi, pada pemeriksaan telur cacing pada konsentrat tinja no. A menggunakan metode natif atau langsung ditemukan:
1)      Telur cacing tambang
2) Telur cacing Ascaris lumbricoides fertil corticated dan infertil decorticated
3)     Larva rhabditiform cacing tambang
11.  Daftar Pustaka                                    :
Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Gandahusada, S.W Pribadi dan D.I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI
Kadarsan, S. 2005. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional LIPI: Bogor.
Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: FKUI.

Jumat, 06 November 2015

My Lovely Senior


Yeay... Akhirnya Akademi Analis Kesehatan Theresiana meluluskan mahasiswa angkatan pertama (Wisuda) pada tanggal 27 Agustus 2015.

My Idol


 
William Shakespeare
 
Saya suka sekali dengan William Shakespeare, kenapa? Karena seorang teman saya berkebangsaan dari Belanda menetap di Semarang untuk sekolah. Dia mengatakan bahwa dia suka sekali dengan beliau. Dia menyarankanku untuk membaca buku-buku beliau. Aku sudah mulai mengkoleksi buku beliau seperti Romeo and Juliet dan lainnya. William Shakespeare (lahir di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 26 April 1564 – meninggal di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 23 April 1616 pada umur 51 tahun) adalah seorang penulis Inggris yang seringkali disebut orang sebagai salah satu sastrawan terbesar Inggris. Ia menulis sekitar 38 sandiwara tragedi, komedi, sejarah, dan 154 sonata, 2 puisi naratif, dan puisi-puisi yang lain. Ia menulis antara tahun 1585 dan 1613 dan karyanya telah diterjemahkan di hampir semua bahasa hidup di dunia dan dipentaskan di panggung lebih daripada semua penulis sandiwara yang lain.